...wasurekakete ita hito no omoi wo totsuzen omoidasu koro...
-Flavour of life-
Matanya sendu
Menunduk jauh menembus belenggu kelabu
Bulu matanya bergerak lambat-lambat
Menahan sebulir air bening yang menghias sudut kelopak
Hatinya bergemuruh menahan ragu
Langkahnya terhenti sejenak
Satu nafas ia hembuskan
Dan sekilas senyum menghias bibirnya
Satu butir air mata terjatuh
Namun hilang bersama derasnya angin
Tak ada bekas yang tersisa di wajahnya
Mengering,
Terlupakan,
Semata berakhir dalam lembaran sejarah lama
Kini ia berbalik
Matanya berbinar
Irisnya bergerak cepat memancarkan sinar
Satu dan dua tawa kecil terdengar
Kembali tubuh gemulainya berirama dengan alam
Dan ia bernyanyi
Menabuh genderang keceriaan
Hanya angin yang berbisik..."Engkau menipu dunia dengan indahnya"
Dan bunga-bunga bermekaran
Burung-burung bercicit riang
Alam pun bergumam..."Ia menghibur"
Dan kembali angin berhembus..."Ia membuat dunia buta dengan lembutnya"
Hujan turun satu dua
Gerakan gemulai itu terhenti
Kembali sendu menghias bola matanya
Kembali langkahnya ia urungkan
Kembali sebulir air mata jatuh tak bertuan
Hujan pun bergumam..."Kau bisa membaginya denganku"
Kembali sesungging senyum menghias bibirnya
Ada bulir-bulir air mata terjatuh
Hanya sang hujan yang mengerti
Betapa air itu terlalu berharga
Bila hanya kering terbawa angin lalu
Dan ia terlarut basah kuyup
Membiarkan sang hujan menyelimuti gundahnya
Angin berlalu lalang tanpa henti
Sekali-kali ia berbisik..."Engkau membutakan dunia dengan diammu"
Hanya satu senyum simpul yang muncul
Dan sang angin mengepakkan sayapnya
Ia gerah, ia pergi
Ada sepasang mata lain menatapnya dari jauh
Seakan ada banyak lapisan memisahkan
Memperpanjang jarak
Merumitkan haluan
Ia tau, ia melihat, ia mendengar, ia mengamati
Namun ia hanya terdiam
Membiarkan serpihan kisahnya kering begitu saja
Ia paham, ia merasakan, ia luluh
Namun diamnya mengunci langkah
Hanya alam yang saling berbisik..."Mereka buta"
Satu senyum kembali terlihat
Lamat-lamat ia menegakkan bulu matanya
Pupilnya berbinar
Ia berbalik, menyadari adanya mata sendu lain di dekatnya
Langkahnya tertatih
Bergerak amat lambat
Satu dua jarak mulai ia tempuh
Satu dua lapisan mulai luruh
Langkah itu kemudian terhenti
Alam menahan nafas
Bunga-bunga menguncup malu
Burung-burung bersiul rendah
Berbisik-bisik, mengintai
Mata itu menatap tajam
Menembus kornea lain yang sejatinya terdiam
Ia tersenyum,
Satu kata terucap lirih
"Okaerinasai..."
Tak ada jawab, tak ada sahut
Alam seakan berhenti
Kembali burung-burung berbisik..."Ia tidak mendengar...ternyata ia tak hanya buta, ia pun tuli"
Angin tertawa lembut..."ia tak hanya berpura-pura buta, ia pun berpura-pura tuli"
Bunga-bunga bermekaran... "Ia tuli...ia tuli"
"Ano..."
Kembali suara lembut itu membisukan alam
Satu kelopak bunga terjatuh
Berbisik... "Dia berkata lagi... dia berkata lagi"
Hujan turun gemulai... "Ia membuang waktu berkata pada sang buta tuli"
Kembali angin berhembus
Ia lelah, ia penat
Berbisik dengan malasnya..."Mereka membutakan dunia"
Satu langkah lagi tertapaki
Mata sendu yang semakin mendekat
Menembus lapis kornea terdalam
Ia hembuskan satu nafas lembut
Mata lain itu mengerjap
Hati dinginnya tertembus halus
Diamnya terbungkam perlahan
Satu senyum simpul kembali terhias
Dan kembali satu sapaan ramah terucap
"Doko ni anata no tadaima wa?"
Tak ada sahut tak ada jawab
Alam kembali hingar bingar... "ia bisu... ia tuli"
Mata sendu itu tertunduk
Ia berbalik, pergi
Angin berhembus... "ia membiarkan dirinya buta dan tuli"
Langkah itu terpacu lebih cepat
Semakin jauh... jauh... dan jauh
Hujan turun satu dua
Mendekap erat tanpa henti
Ada banyak bulir air mata terjatuh
Menemani tiap langkah
Air-air bening itu menyentuh kelopak bunga
Yang tiba-tiba membeku
Burung-burung bercicit gundah
Hujan mendesah
Menggigil..."Aku tak lagi bisa menyamarkan air matamu"
Alam tertawa..."ia tak hanya buta, ia pun tuli"
Sepasang mata itu menerawang dalam gelisah
Menatap bayang yang kian menjauh
Ia mengerti, ia merasa, ia tau
Angannya terbang mengukur jeda
Harapannya meloncat jauh menghitung waktu
Ia kembali melihat lapisan-lapisan terbentang
Ada kisah yang terbawa pergi
Terbungkam sepi
Satu kata terucap lirih
"Aitai"
Alam terhenyak
Alam berbisik...
"Mereka membutakan dunia dengan indahnya"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Haluuuuu, serius amat bacanya... gak nyadar terbawa suasana yah? hueheheheh . Sadar....sadar... itu mah fiktif belaka, hihihihi, meni khusyu kitu .
Hmm...
Sometimes, I am really afraid that I might be somewhat blind in understanding the whole world.
Jadi kayanya... nggg...
perlu guru ieu mah...
"guru hidup"
heuheuheu istilah baru .
-Flavour of life-
Matanya sendu
Menunduk jauh menembus belenggu kelabu
Bulu matanya bergerak lambat-lambat
Menahan sebulir air bening yang menghias sudut kelopak
Hatinya bergemuruh menahan ragu
Langkahnya terhenti sejenak
Satu nafas ia hembuskan
Dan sekilas senyum menghias bibirnya
Satu butir air mata terjatuh
Namun hilang bersama derasnya angin
Tak ada bekas yang tersisa di wajahnya
Mengering,
Terlupakan,
Semata berakhir dalam lembaran sejarah lama
Kini ia berbalik
Matanya berbinar
Irisnya bergerak cepat memancarkan sinar
Satu dan dua tawa kecil terdengar
Kembali tubuh gemulainya berirama dengan alam
Dan ia bernyanyi
Menabuh genderang keceriaan
Hanya angin yang berbisik..."Engkau menipu dunia dengan indahnya"
Dan bunga-bunga bermekaran
Burung-burung bercicit riang
Alam pun bergumam..."Ia menghibur"
Dan kembali angin berhembus..."Ia membuat dunia buta dengan lembutnya"
Hujan turun satu dua
Gerakan gemulai itu terhenti
Kembali sendu menghias bola matanya
Kembali langkahnya ia urungkan
Kembali sebulir air mata jatuh tak bertuan
Hujan pun bergumam..."Kau bisa membaginya denganku"
Kembali sesungging senyum menghias bibirnya
Ada bulir-bulir air mata terjatuh
Hanya sang hujan yang mengerti
Betapa air itu terlalu berharga
Bila hanya kering terbawa angin lalu
Dan ia terlarut basah kuyup
Membiarkan sang hujan menyelimuti gundahnya
Angin berlalu lalang tanpa henti
Sekali-kali ia berbisik..."Engkau membutakan dunia dengan diammu"
Hanya satu senyum simpul yang muncul
Dan sang angin mengepakkan sayapnya
Ia gerah, ia pergi
Ada sepasang mata lain menatapnya dari jauh
Seakan ada banyak lapisan memisahkan
Memperpanjang jarak
Merumitkan haluan
Ia tau, ia melihat, ia mendengar, ia mengamati
Namun ia hanya terdiam
Membiarkan serpihan kisahnya kering begitu saja
Ia paham, ia merasakan, ia luluh
Namun diamnya mengunci langkah
Hanya alam yang saling berbisik..."Mereka buta"
Satu senyum kembali terlihat
Lamat-lamat ia menegakkan bulu matanya
Pupilnya berbinar
Ia berbalik, menyadari adanya mata sendu lain di dekatnya
Langkahnya tertatih
Bergerak amat lambat
Satu dua jarak mulai ia tempuh
Satu dua lapisan mulai luruh
Langkah itu kemudian terhenti
Alam menahan nafas
Bunga-bunga menguncup malu
Burung-burung bersiul rendah
Berbisik-bisik, mengintai
Mata itu menatap tajam
Menembus kornea lain yang sejatinya terdiam
Ia tersenyum,
Satu kata terucap lirih
"Okaerinasai..."
Tak ada jawab, tak ada sahut
Alam seakan berhenti
Kembali burung-burung berbisik..."Ia tidak mendengar...ternyata ia tak hanya buta, ia pun tuli"
Angin tertawa lembut..."ia tak hanya berpura-pura buta, ia pun berpura-pura tuli"
Bunga-bunga bermekaran... "Ia tuli...ia tuli"
"Ano..."
Kembali suara lembut itu membisukan alam
Satu kelopak bunga terjatuh
Berbisik... "Dia berkata lagi... dia berkata lagi"
Hujan turun gemulai... "Ia membuang waktu berkata pada sang buta tuli"
Kembali angin berhembus
Ia lelah, ia penat
Berbisik dengan malasnya..."Mereka membutakan dunia"
Satu langkah lagi tertapaki
Mata sendu yang semakin mendekat
Menembus lapis kornea terdalam
Ia hembuskan satu nafas lembut
Mata lain itu mengerjap
Hati dinginnya tertembus halus
Diamnya terbungkam perlahan
Satu senyum simpul kembali terhias
Dan kembali satu sapaan ramah terucap
"Doko ni anata no tadaima wa?"
Tak ada sahut tak ada jawab
Alam kembali hingar bingar... "ia bisu... ia tuli"
Mata sendu itu tertunduk
Ia berbalik, pergi
Angin berhembus... "ia membiarkan dirinya buta dan tuli"
Langkah itu terpacu lebih cepat
Semakin jauh... jauh... dan jauh
Hujan turun satu dua
Mendekap erat tanpa henti
Ada banyak bulir air mata terjatuh
Menemani tiap langkah
Air-air bening itu menyentuh kelopak bunga
Yang tiba-tiba membeku
Burung-burung bercicit gundah
Hujan mendesah
Menggigil..."Aku tak lagi bisa menyamarkan air matamu"
Alam tertawa..."ia tak hanya buta, ia pun tuli"
Sepasang mata itu menerawang dalam gelisah
Menatap bayang yang kian menjauh
Ia mengerti, ia merasa, ia tau
Angannya terbang mengukur jeda
Harapannya meloncat jauh menghitung waktu
Ia kembali melihat lapisan-lapisan terbentang
Ada kisah yang terbawa pergi
Terbungkam sepi
Satu kata terucap lirih
"Aitai"
Alam terhenyak
Alam berbisik...
"Mereka membutakan dunia dengan indahnya"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Haluuuuu, serius amat bacanya... gak nyadar terbawa suasana yah? hueheheheh . Sadar....sadar... itu mah fiktif belaka, hihihihi, meni khusyu kitu .
Hmm...
Sometimes, I am really afraid that I might be somewhat blind in understanding the whole world.
Jadi kayanya... nggg...
perlu guru ieu mah...
"guru hidup"
heuheuheu istilah baru .
0 comments:
Post a Comment